Langsung ke konten utama

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Karya “Si Binatang Jalang” Itu Tak Lekang oleh Zaman

5 Mei 2017
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Penyair Hasan Aspahani, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Riris K Toha Sarumpaet, dosen Sastra Belanda UI Mursidah, dan sastrawan Ibnu Wahyudi (dari kiri ke kanan) berbicara dalam diskusi Mengenang Chairil Anwar: Kepenyairan dan Pemikiran di Aula Gedung FIB UI, Depok, Kamis (4/5).
DEPOK, KOMPAS — Kehadiran Chairil Anwar dalam khazanah kesusastraan Indonesia tak lekang oleh waktu. Zaman boleh berganti, tetapi karya-karya yang ditinggalkannya tetap relevan untuk dikaji.
Pada era digital ini, pemikiran penyair berjuluk “Si Binatang Jalang” itu tetap relevan meski ia telah tiada sejak masa awal kemerdekaan RI.

Hal ini mengemuka dalam acara Mengenang Chairil Anwar: Kepenyairan dan Pemikiran di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Kamis (4/5). Acara ini digelar oleh Program Studi Indonesia bekerja sama dengan Program Studi Belanda, Departemen Susastra, Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) Komisariat UI dan Fakultas Ilmu Budaya UI.
Ibnu Wahyudi, sastrawan dan pengajar di UI, mengatakan, meskipun puisi-puisi Chairil Anwar tidak lagi yang paling sering dikutip masyarakat dalam berkembangnya dunia digital, tetapi karyanya tetap dikenal. Berdasarkan pengamatannya, Ibnu menyebut Sapardi Djoko Damono serta Joko Pinurbo dengan puisinya yang jenaka termasuk yang paling sering dikutip.
“Produksi puisi di era digital ini terlihat semakin tinggi. Saya yakin Chairil Anwar dengan karyanya tetap menginspirasi,” kata Ibnu tentang penyair kelahiran Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922, itu.
Adapun wartawan dan penyair Hasan Aspahani mengatakan, berdasarkan penelusuran dokumentasi di media massa sehari setelah pemakaman Chairil Anwar yang meninggal pada usia 27 tahun terungkap bahwa Chairil memulai penggunaan perkataan penunjuk ini dan itu di depan nama benda dalam persajakan. Penggunaan yang berkebalikan dengan tata bahasa Indonesia.
Menurut Hasan yang menulis buku Chairil, sebenarnya Chairil Anwar yang tokoh Angkatan ’45 layak dijadikan pahlawan nasional. Sebenarnya dia pernah diusulkan bersamaan dengan Tokoh Angkatan ’66 Amir Hamzah. Namun, hanya Amir Hamzah yang disetujui sebagai pahlawan nasional untuk budaya dan bahasa.
“Generasi sekarang tetap bisa belajar dari Chairil Anwar tentang kerja keras, ketekunan, dan totalitasnya dalam berkarya,” ujar Hasan.

Berpikir bebas
Pembicara lainnya, Mursidah, pengajar program studi Belanda UI, menyoroti khazanah sastra dunia Chairil Anwar yang luas. Salah satunya terpengaruh penyair Belanda Hendrik Marsman. Ini terlihat dari kesamaan puisi yang mengambil simbol laut.
“Karya Chairil Anwar menginspirasi dan tetap dapat terus dikupas. Terlihat dari karyanya yang individualis, pemikir bebas, berani menentang penjajahan Jepang. Gayanya ekspresionistis,” kata Mursidah.
Dalam forum itu juga dibahas soal plagiarisme (penjiplakan) yang dilakukan Chairil Anwar. Namun, Ibnu menjelaskan, plagiarismenya lebih karena tidak menyebutkan sumber dari mana dia menyadur. “Namun, gaya Chairil Anwar tetap kuat dalam karyanya. Kasus plagiarisme ini tak mampu menutupi kebesaran Chairil Anwar,” ujarnya. (ELN)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Rindu oleh Joko Pinurbo

24 Desember 2016 Joko Pinurbo Malam Rindu Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir. Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku ke pelukanmu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu. (Jokpin, 2016) Pulang Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga lekas lerai. Semoga lekas sampai. Jika nanti air mataku terbit di matamu dan air matamu terbenam di mataku, maaf selesai dan cinta kembali mulai. (Jokpin, 2016) Su

Malam oleh Avianti Armand

6 Mei 2017 Avianti Armand Malam – untuk Ibu Seperti ini aku akan mengingat malam: Ayahku terbang setelah gelap dengan deru besi seperti derap dan ia belum akan pulang sampai aku pergi nanti. Kata ibuku: Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh. __ Adikku takut pada bayangannya, maka kami meninggalkannya di luar. Tapi menjelang tidur, bayangan itu kesepian dan meraih jendela – Tok. Tok. Tok. Di bawah selimut, kami bersembunyi. ”Apa dia akan mengambilku?” tanya adikku. Tok. Tok. Tok. ”Tidak.” ”Apakah ia akan menciumku?” Tok. Tok. Tok. ”Ia akan menciummu.” __ Tidur, ibu. Malam sudah menyimpan yang ingin kita lupakan. Juga rahasia yang melahirkan kita. 21:17 13.12.2016 Gravitasi Hari ini kita akan berjalan dan menjelma gema badai pasir – Seorang lelaki menyentuhkan ujung jarinya ke tanah yang memanggil namanya dan mengingatkan ia tentang asal dan takdirnya. Sesudah itu, ia akan tinggal. Tapi kita akan terus berjalan. 16

Kopi Koplo oleh Joko Pinurbo

Joko Pinurbo Kopi Koplo Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi? Itu racun rindu yang mengandung aku. (Jokpin, 2018) Belajar Berdoa Enggak usah crigis. Mingkem saja dulu, bereskan hatimu yang amburadul. (Jokpin, 2018) Kakus Tega sekali kaujadikan dirimu yang wah kakus kumuh berwajah rumah ibadah. (Jokpin, 2018) Bonus Langit membagikan bonus air mata kepada pelanggan banjir yang setia. (Jokpin, 2018) Buku Hantu Untuk apa kamu menyita buku yang belum/tidak kamu baca? Untuk menghormati hantu tercinta. (Jokpin, 2018) Malam Minggu di Angkringan Telah kugelar hatiku yang jembar di tengah zaman yang kian sangar. Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong, malam yang jingglang, lupakan politik yang bingar dan barbar. Mau minum kopi atau minum aku? Atau bersandarlah di punggungku yang hangat dan liberal sebelum punggungku berubah menjadi punggung negara yang dingin perkasa. (Jokpi