Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Felix K Nesi

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Mencuri Batang Pisang karya Felix K Nesi

2 September 2017 FELIX K NESI Mencuri Batang Pisang Kulihat kau si hidung panjang di dekat pagar lupa tanaman Mengerat pintu seperti bajing selangkah dua tak jumpa bayangan Akukah yang kau takutkan atau hanya bayangan bulan? Pisang setandan busuk namanya pucuk muda kesayangan sapi Burung-burung sepi sendiri adakah aku meninggalkan engkau? Di Oetimu lembah keramat tiada siapa mati mendadak Bulan bundar, dingin wajahnya, dingin kelopak bunga lupa memerah Batu-batu keluarlah sekarang, jika kau moyang di mana marahmu? Hitam dinding malam dan kulit akar beringin merupa luka Si Neon Balbali. “Batu-batu keluarlah sekarang, jika kau mati di mana sarungmu?” Bitauni, 2017 Di Kantor Lurah Om Agus sudah kebal kena caci Tanta Lita tak lekas padam lampunya Bapak Ose bercelana keki Unu Tinus tiada berdasi siapa ingin memberi saksi? “Sapiku tak merusak pagarmu anakku tak mencuri pisangmu.” Tujuh jam panas menyengat tujuh jam biarlah bersesak Dind