Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Sapardi Djoko Damono

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Ada Sajak Apa Lagi, Den Sastro?

Sapardi Djoko Damono Frans Sartono 21 Maret 2017 Kompas/Frans Sartono Sapardi Djoko Damono Penyair Sapardi Djoko Damono genap berusia 77 tahun pada 20 Maret 2017. Dalam rangka itu, akan diluncurkan tujuh buku karyanya di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (22/3) besok. Tampaknya gaya menulis sastrawan itu berubah dari masa ke masa, mulai dari ”Duka-Mu Abadi”, ”Hujan Bulan Juni”, ”Marsinah”, sampai ”Den Sastro”. Marsinah buruh pabrik arloji, mengurus presisi: merakit jarum, sekrup, dan roda gigi; waktu memang tak pernah kompromi, ia sangat cermat dan pasti. Itu petikan sajak ”Dongeng Marsinah” karya Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Ayat-ayat Api . Buku tersebut menjadi salah satu dari tujuh buku penyair itu yang akan diluncurkan penerbit Gramedia Pustaka Utama di Bentara Budaya Jakarta. Kumpulan puisi lainnya adalah Duka-Mu Abadi, Ayat-ayat Api, Kolam, Ada Berita Apa Hari Ini Den, Sastro?, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Namaku Sita . Satu buku lagi beru