Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2017

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Radhar, Melembutkan yang Garang

Radhar, Melembutkan yang Garang Mohammad Hilmi Faiq 29 Januari 2017 Kompas/Riza Fathoni Pentas teatrikal puisi karya Radhar Panca Dahana, “Manusia Istana”, di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (27/1). Puisi-puisi Radhar Panca Dahana dalam buku “Manusia Istana” begitu garang, penuh kemarahan, dan banyak luka. Marah dan luka itu mewakili perasaan banyak orang terhadap penguasa. Dalam puisi teatrikal bertajuk “Manusia Istana” yang dipentaskan di Teater Jakarta, Sabtu (28/1), enam perempuan cantik mampu memiuhkan kesan garang dan marah. M anusia Istana yang dipersembahkan oleh Teater Kosong bekerja sama dengan OZ Production dan Kasni Indonesia menampilkan Olivia Zalianty, Marcella Zalianty, Maudy Koesnaedi, Cornelia Agatha, Prisia Wulandari Nasution, dan Dinda Kanya Dewi. Juga ada Slank, Tony Q Rastafara, dan Radhar Panca Dahana. Radhar merangkap penampil sekaligus sutradara. Kompas/Riza Fathoni Pentas teatrikal puisi karya Radhar Panca Dahana,

Amsal Gerabah oleh Kurnia Effendi

21 Januari 2017 Kurnia Effendi Amsal Gerabah – dari penyair penggemar kartu pos kepada penyair pemuja keramik Tiada hari libur bagi segunduk lumpur Dia patuh pada mantra yang tak utuh Berputarlah, meniru penari dengan satu kaki Gemetarlah, sekujur tubuhnya diremas jemari Tak terungkap niat awal Hendak menyamar guci tempat menginap arwah Atau cawan kemilau bagi sesaji rempah Di ceruk ini, cahaya lahir dan mati, silih berganti Ketika timur menjadi tujuan perjalanan Sungai dan rawa mempersembahkan petuah Sebuah rahasia yang tak ingin mengubah nasib Disimpan kekal di bawah glazur: bening yang menipu Paso demi paso bercerita melalui tattoo demi tattoo Selingkar jejak naga berhenti di ambang kuil Hujan, angin, dan telengas matahari Memadatkan pengetahuan tentang kematian Setelah kujinakkan adonan tepung, santan, dan gula Kupinjam tungku gerabah kesayanganmu Di atas bara kayu yang terus mrengangah Kucetak wajahmu, kupanggang setengah matang Jakarta, 2016

Selip oleh Mardi Luhung

7 Januari 2017 Mardi Luhung Selip : hari raya korbannya tuning Seekor kambing dikorbankan. Ruhnya terbang ke langit. Bunyi keliningan di lehernya mengalun. Tapi, apa semua bisa mendengar? Hanya yang pernah berbicara pada kran air yang mengucur. Pada geretas ikan di wajan penggorengan. Juga pada gemeresik daun kering yang rontok. Terus jatuh persis di lubang semut. Yang bisa mendengar. Lubang semut yang tiga hari lalu belum ada. Dan lubang semut yang mungkin seminggu ke depan akan disapu banjir. Memang, ruh seekor kambing yang dikorbankan adalah dunia yang tak terkira. Dunia tentang waktu yang terlipat. Waktu, di mana, kau bisa menemui diri-dirimu yang lain. Yang di umur tiga-belas, dua-lima, lima-satu, enam-tujuh, atau ketika yang pas bermuka-muka dengan si penjemput. Si penjemput yang pernah dikatakan sebagai si elok dengan senyum rahasia. Si penjemput yang uluran lengannya seluas jagat. Tapi selembut angin yang bertiup dari bukit. ”Jangan takut, Sayang, jangan takut,” be