Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Hamlet Kita oleh Ahmad Yulden Erwin

28 April 2018 Ahmad Yulden Erwin Hamlet Kita 1/ Langit mencipta lelaki itu dari cahaya Ketika nubuat kembali dilepaskan Setelah panah waktu diputar ulang Dunia tak lain ihwal yang gagal Ketika ia mulai bernyanyi di sana Dan mencipta batu di dalam kepalanya Meski, bisa kukatakan padamu, Hamlet begini positif seorang penipu. 2 / Benar, ia terjun ke tengah kubang darah Sebelum sepi pun ingar, ketika arwah Peragu itu berkisah tentang ular-ular Ia tak pernah belajar dari masa lalunya Dan terus saja bermimpi, sebelum Maut digeser ke tengah papan catur itu Sebelum kemenangan, atau tabu itu, Menyalakan hasrat pada pinggul Betina yang tersedu melepas gaunnya. 3/ Mungkin, ia memang seorang Ronin dengan jubah istana Sebelum bau anyir itu dilepaskan Antara bangkai dan serpih kuarsa Sepi terhampar di depan matanya Namun, ia tak ingin kembali tertawa Sebab mungkin ia telanjur menduga Dunia tak lain imaji di balik prasangka 4/ Jadi ia mulai berpikir tentang r

tabib perawan di ladang markisa karya Fitra Yanti

21 April 2018 Fitra Yanti tabib perawan di ladang markisa mintalah lagi aku datang padamu dalam hujan yang lain itu sebagai gadis yang berdebar menujumu menawar demam dan memijat sakit kakimu sebagai tabib perawan beraroma rempah menggebu di hidungmu mintalah lagi, dengan puisi hujan dengan begitu barangkali rambutku yang patah dan berdiri dapat mengurai serupa mayang baru kulitku yang berabu bakal bersinar bak pualam di bawah nyala lampu, jelaga yang lekat di bibirku kembali merah muda seperti dulu saat kau mendengar derak markisa jatuh malu cangkangnya retak dalam penyerahan haru ketika kedua tanganmu mengerkah dan mencucupi bulir-bulirnya lencir semanis madu kedua tanganku mengebatmu serupa sulur akar biluru menjalarimu hingga puas hingga lepas hingga diriku berbunga mekar ungu lihatlah, diriku kini berbuah beribu daun dan sulurku menyentuh tanah buah menggelayuti seluruh diriku sekali lagi saja mintalah aku datang kepadamu dalam hujan yang lain itu meski ki

Serat Jamadat karya Kiki Sulistyo

7 April 2018 Kiki Sulistyo Serat Jamadat Pudar juga pijar serat jamadat di kantung jemaat, waktu ia berjalan, udara mendangkar beban, dan grup unggas meletupkan ampas. Ragu memutuskan anju, ia berdiri, berdiri saja bak patung budak. Kaki kiri atau kanan lebih dulu diayunkan? Di kiri belalai sungai, di kanan taring tebing. Lurus di depan, gelap hutan memeram geracak: masih jauh buldan itu, di balik bunyi kayu. Tak ada bimbingan, ia sesat sepenuhnya. Lebah tahu jalan kembali, dandelion mengerti anemokori biji demi biji. Sedang tiada bukan ia bahkan belum jelang jerangkah jalan. Mulutnya berkecumik, lisannya demikian pelik. Setelah semua ajaran dan ujaran, senyatanya, ia batang basah, bungkas oleh cakar binatang buas. (Kekalik, 2018) Di Hadapan Peta Lama Di tebing. Sisa angin; gema taring harimau. Kecuali jurang, tak ada lagi tanda untuk mengulang. Jalan tinggi. Lampu-lampu provinsi. Sampai di mana k