Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Kejahatan yang Tersembunyi oleh Mardi Luhung

Mardi Luhung Kejahatan yang Tersembunyi Apa yang kau sembunyikan di pikiranmu. Kobar api atau sebilah pedang yang mengkilat. Atau kesal panjang yang tak pernah mengenal kata maaf. Dari menara kau mendengar seruan agar kembali. Tapi kau terus saja bergerak. Merasa langit telah bolong. Dan sekian belerang berjatuhan. Menimpa tiap kepala. Kepala yang seperti daun dimakan belalang. Di genangan, kau melihat bayangan wajahmu. Wajah yang lebih mirip mripat saga. Mripat yang membuat tiap bayi menangis. Dan tiap orang tua menabuhi sekian peralatan dapur. Berteriak. Menggusah. Dan kembali lagi menabuhi. Memang, waktu itu, semua yang kau pandang tampak demikian renik. Demikian gampang untuk dilumat dan dijentikkan. ”Aku adalah yang tak terundurkan,” begitu teriakmu. Sebelum akhirnya kembali terlelap di ranjang. Ranjang nomor 33 di kamar yang gemetar. Dan tersembunyi. (Gresik, 2018) Batas Pemuda ganteng itu tak langsung pergi. Pelan-pelan sepasang sayapnya dilepas dan diletakkan

Tanah Keras oleh Mustofa W Hasyim

9 Juni 2018 Mustofa W Hasyim Tanah Keras Hidup seperti tanah keras, napas panas mengeringkannya. Ayah mencoba berdamai dengan usia dan musim Dengan menyalami tetangga, ada saja sapa mengajak kenduri, ayah memimpin doa di rumah-rumah sunyi. Pulangnya, sebuah dunia tani tersaji dalam besek, harum daun pisang, dedaun bumbu kelapa, separo telur itik, seserpih daging ayam jago, sambal kentang aromanya memenuhi rumah kecilku. ”Ayo, bangun, bangun, ini ada salam dari tetangga,” kata ayah. Aku memang belum memejamkan mata, menunggu. ”Mengapa harus dari orang mati orang rumah ini mendapat rejeki?” Ayah tersenyum pahit mendengar pertanyaanku. ”Hidup memang tanah keras, pertanyaanmu membuatnya jadi cadas.” Aku gemetar, tidak berani lagi bertanya, bertahun-tahun. 2018 Hantu Kecil Gesekan bambu, keriut, daun memperlama goyang Gerimis satu-satu menimpa tanah, basah menggigilkan kuduk Bunyi tik-tok penjual bakmi malam terhenti ”Minta api, minta api,” kata kayu kering tanpa t

Puisi-puisi Pendek tentang Aruna oleh Gunawan Maryanto

2 Juni 2018 Gunawan Maryanto Puisi-puisi Pendek tentang Aruna  : Dian Suci Rahmawati 1 Siang ini Kadru bermain-main dengan seribu naga Sementara kamu masih tidur dalam sebutir telur Tak apa. Tidurlah siang dan malam – apa bedanya di sana Selagi detak jantungmu adalah penanda waktuku Aku akan baik-baik saja Menua. Dan baik-baik saja 2 500 tahun tak cukup untuk menyusun tubuhmu Sepasang telur Kasyapa adalah sepasang batu Sementara seribu naga bermain api di halaman rumah Kau adalah pagi Begitulah yang terjanji Kau adalah warna merah yang akan membangunkan tidurku Tapi kini terpaksa kubangunkan kamu sebelum waktu Di sebuah pagi yang tak akan pernah pergi dari hidupku 3 Tak apa kau tak punya sepasang kaki, Aruna Kau punya sepasang sayap yang perkasa Kau tak perlu berpijak Kau tak perlu bersarang Rumahmu seluruh langit Aku tahu aku sedang menghibur diri Aku tahu aku akan kehilangan lagi Sejak pagi saat kupecah telur dan memaksamu bangun dari tidur Rin