Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Hasan Aspahani

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Beberapa Soal Ujian Nasional Mata Pelajaran Kesetiaan yang Diam-diam Kuikuti tanpa Sepengetahuan Engkau oleh Hasan Aspahani

Hasan Aspahani Beberapa Soal Ujian Nasional Mata Pelajaran Kesetiaan yang Diam-diam Kuikuti tanpa Sepengetahuan Engkau: Sapardi Djoko Damono 1. Apakah ada alasan lain bagimu untuk senantiasa mendoakan kekasihmu selain karena engkau mencintainya meskipun ia bukan lagi kekasihmu? a. Aku mendoakan dia karena dia adalah kelelawar yang berkembang biak dan hatiku adalah goa yang menikmati siksa dari jerit menjelang senja dan gema- gema yang mempertebal rasa sakit itu. b. Aku mendoakan dia sebagai pohon nyiur di pantai yang condong tapi tak tumbang dan dia adalah ombak yang tak berhenti menghantam dan yang dulu mendamparkanku di pantai itu. c. Aku mendoakan dia seperti penjual kue putu yang membunyikan piul kecil di sepanjang gang dan berharap dia mendengar dan membayangkan harum pandan dan manis gula jawa yang dulu sering kami nikmati bersama. d. Aku mendoakan dia seperti rasa syukur ketika menerima gaji pertama dan cinta adalah apa yang kusisihkan untuk anak-anak panti asuhan

New Cinema Paradiso oleh Hasan Aspahani

20 Oktober 2018 Hasan Aspahani New Cinema Paradiso PERGILAH, Salvatore, pergilah! Sebelum sesuatu yang lain terbakar, dan kau jadi buta. Aku ingin, dengan matamu, kau melihat kota-kota lain, untukku, tidak lewat proyektor tua dan ruang pemutar yang semakin sempit ini. Pergilah, karena perang sudah reda. Kami tak lagi harus berdusta tentang ayahmu, misalnya, kau tak harus mencari di medan tempur mana ia ditembus peluru dan tak ada dokumentasi yang pantas untuk pemakamannya. Kota ini, Salvatore, aku tahu menciptakan banyak kenangan untukmu, seperti adegan yang putus oleh keleneng lonceng pastor, aku tak membuangnya, Salvatore, aku menyimpannya, untukmu. Tapi kenangan itu, Salvatore, mengandung suatu bahan yang juga mudah terbakar dan membakar, karena itu pergilah. Pergilah, Salvatore. Sebab aku tidak bisa lepas dari kenangan itu, dan kau pergilah. Pergilah, Salvatore, karena akan terlalu lama kau tersiksa, oleh siksa, yang mungkin bisa kau hindari. Pergilah, Salvatore, dan

Aku Peta Tak Jadi karya Hasan Aspahani

10 Maret 2018 Hasan Aspahani Aku Peta Tak Jadi AKU peta tak jadi terobek pertarungan monster dan hantu-hantu yang aku dan yang bukan diriku Tak ada waktu melipat lembar waktu Perjalanan dekat ini musti lekas kuselesaikan sampai batas yang tak bisa kutuntaskan Aku peta tak jadi menggali sendiri lubang dalam dan besar untuk makam bersama kami: aku dan apa yang telah lama mati dalam diriku Aku peta tak jadi tercerai-berai oleh kuku-kuku makhluk liar yang tak bisa menunggangiku Dengan sesobek peta itu mereka nanti sampai ke kuburku tumpukan buku yang menulis sendiri yang tak pernah selesai mereka baca seribu halaman sudah seribu halaman lagi buku yang melahirkan waktu dari peta yang tak jadi yang tak henti memetakan aku. Tentang Banyak Saat dan Aku Salah SAAT marah dan saat menerima saat pergi dan saat mengubah pikiran saat melilitkan selendang dan saat memasang sepatu saat menghapus gincu dan mencuci tangan saat menyimpan cincin dan memandan

Aku, Lidahku, dan Kamus Besarku oleh Hasan Aspahani

29 Juli 2017 Hasan Aspahani Aku, Lidahku, dan Kamus Besarku Kamusku Sudah Besar WAH, kamusku sudah besar sekarang, berat sekali Aku malu, tak bisa menjunjungnya tinggi-tinggi… Aku Tersesat di Kamus   Besarku MULUTKU tak cukup besar untuk menelan seluruh kamus besarku Para penyusun kamus besarku tidak selapar lidahku yang liar Aku makan kata-kata yang mentah, yang busuk, yang mati, yang pernah hilang, yang tak disukai, dan yang tak baik dan tak benar. Kamus besarku disiapkan oleh para juru masak yang pintar Mereka berdiam di ruang yang sejuk, dan berdebat dengan baik dan benar, dengan bahasa buku baku di lidah yang penuh gelar. Kamus besarku semakin lama semakin besar, mulutku semakin bego Aku tak pernah diajari untuk mengunyah kata dengan baik dan benar Lidahku lidah ular, yang fasih mendesis dan mengendus, tapi tak dilatih untuk mengucapkan kata-kata serapan, dari bahasa asing, bahasa yang hidup di kepalaku, di jalan-jalan kotaku, di televisiku, di mana-m