Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Iyut Fitra

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Semesta Karatsu oleh Ahmad Yulden Erwin

25 November 2017 Ahmad Yulden Erwin Pintu Ada satu pintu, bila dibuka, diriku akan ikut terbuka. Ada satu pintu, bila ditutup, diriku akan tetap terbuka. Ada satu pintu dalam diriku.  Jalan Lain Musashi 1 Berkerut kening Daruma Menatap sepasang angsa Termenung di sisi telaga 2 Patung dewa pedang Memandang angkasa – Tersenyum pada musuhnya 3 Buddha tertawa Menatap pralaya Dua ayam jantan 4 Burung pingai tertancap pedang – Sebuah lukisan tinta, tertanda Fudo Myo-o (dewa pedang) – 5 Ia letakkan pedangnya Ia raih kertas, kuas, dan tinta – Pelikan menatap angkasa Semesta Karatsu 1/ Tak ada kilat atau tanda api Kecuali hangus pasir Atau cemas yang lingsir Saat kutatap prana berayun di dinding Cawan itu, sebelum percik dingin Bermain dalam mataku, menduga-duga Taksa pada rumpun bambu Atau padang yang jauh, tentu, Kau tahu, waktu bisa setipis embun Atau haru yang rimbun, tetapi kita Tak mampu menolaknya, semesta hadir B

Lebaran Kita oleh Hanna Fransisca

8 Juli 2017 Hanna Fransisca Lebaran Kita Lebaran ini, Jakarta akan kosong, Fitri. Jalanan sunyi, lorong dan toko tanpa penghuni. Pulanglah ke kampung, membawa sarung baju koko, sajadah, dan oleh-oleh. Lihat, hari raya hampir tiba. Setiap rumah di sini akan lengang, dan semua majikan mengungsi ke penginapan. Sebab tanpa adanya dirimu, apalah artinya kami, Fitri. Maaf lahir batin. Biar kupeluk sejenak, dan kucium aroma keringatmu. Telapak tangan ini mengeras, lantaran engkau telah begitu keras. Di rumah ini, jejakmu ada di mana-mana. Di lantai, kamar mandi, dapur, dan semua pakaian kami. Usapan tanganmu ada di setiap benda, dan tetes keringatmu, jadi tanda pada seluruh waktu. Minal aidin wal faizin, Fitri. Takbir akan berkumandang di seluruh masjid, memanggil ingatan pada suaramu, pada langkah kecilmu. Jika aku pulang larut, kakimulah yang bergegas menyambut. Jika aku pergi, tanganmulah yang menutup pagar pintu. Menjaga anak-anak dari marabahaya. Mak