Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

jantung pisang dan kamus peribahasa oleh Zelfeni Wimra

ZELFENI WIMRA jantung pisang dan kamus peribahasa sebelum mematri langkah sebagai perantau aku lukai sebatang pisang aku pancung tandan di hulu jantungnya hingga terburai, bercerai-berai nasib serupa juga ditanggung kamus peribahasa warisan ibu lenyai digigit rayap, seolah belorong labirin kini mengurung petuah lama di halamannya aku nyanyikan ini sebagai puisi pindah rumah tanpa pernah mengenali alasannya pisang dan kamus peribahasa itu melepasku melenggangkan lengang juga ngiangan kaba maharajo dirajo mengirim daro pitok dan daro jinggo ke tanah jawo seketika, aku lihat wajah anak perempuanku berkilau melawan kedipan lampu odong-odong di alun-alun selatan apakah ia juga sedang tergoda membakar darah titisan ninik anak-anak yang mada anak-anak yang aditia sepi begitu lain mengaliri perantauan ini mengantar diri mencangkungi angkringan perempuan berkebaya yang kerutan jidatnya renyah tawanya mirip dengan mendiang ibuku sebungkus nasi kucing bersayur jantung pisang

Panah Mainan oleh Indrian Koto

23 Maret 2019 INDRIAN KOTO Panah Mainan Ia mendapat hadiah dari bapaknya dua panah lengkap dengan busurnya. Satu untuknya, satu untuk kawan dekatnya. “Panah terbaik untuk bocah semanis kalian. Tangkaplah rubah dan tikus tanah, macan dan ular sawah. Mulailah berkelana.” Mereka membayangkan seorang guru di bukit seberang kampung telah mewariskan seluruh ilmu. Telah saatnya mereka turun gunung. “Bagaimana dengan kuda?” Bocah perempuan merengek pada bapaknya. Kawannya menunggu hadiah yang sama. “Kuasailah dulu panah dan busur, hadiah lain akan menyusul pendekar yang sungguh hati.” Berhari-hari mereka menguasai kebun belakang mengasah ketajaman panah pada biji pepaya, pokok dan tandan pisang. Kawan-kawan lain membincangkan setengah iri, setengah dengki. “Bukan panah dari karet gelang, tapi dari rautan buluh, ujung diberi seng. Sekali kena, tamatlah kita, Kisanak.” Dalam perang besar yang mereka ciptakan sendiri, si lelaki tertembak kawan sendiri. Permainan usai. Luka dan pe

Selamat Pagi Growol oleh Mustofa W Hasyim

16 Maret 2019 Mustofa W Hasyim Selamat Pagi Growol Lima puluh tahun, pada lapis-lapis kenangan tumbuh cendawan, harapan untuk ketemu. Dan di pasar ini ada pagi hari yang ramah, ketika semua penganan dari pelosok waktu berjajar di los menunggu tindakan pembeli. Aku termangu, tumpukan bungkusan daun pisang berisi kara benguk gurih. Ini pasti ada teman karibnya. Kethak kecing kethak manis, blondo, dan yang utama, growol. Selamat pagi, kuucapkan padamu karena aku hampir habis usia menunggu ketemu kembali denganmu. Dulu setiap pulang dari Pasar Wates, Nenek selalu membeli oleh-oleh khas dari seberang barat sungai dan makanan yang membikin sejuk perut adalah engkau. Masihkah sungai itu dipakai merendam ketela pohon agar mengalir semua racun sampai laut selatan? Masihkah warga desa memarut kelapa dan mengambil santan kental untuk dimasak menjadi minyak klentik, kerak lembutnya adalah blondo dan kethak? Di desa-desa itu angin masih berguna untuk menyebarkan berita gembira bahwa hidup perl

Talaud oleh Tjahjono Widijanto

9 Maret 2019 TJAHJONO WIDIJANTO Talaud seperti mutiara berkilauan di rongga-rongga mata matahari jatuh di permukaan laut menyulap ombak jadi warna pelangi di langit, bidadari-bidadari samodra berkejaran menjelma duyung jelita saat kaki menyentuh buih camar-camar beterbangan dengan keriangan bocah laut mengejar ikan di pantai, bulan menyelimuti bakau menyentuh pucuk-pucuk kelapa di cakrawala gambar-gambar bintang menjelma mata angin wewangi hutan jadi sempurna bersama aroma cengkeh dan pala pohon-pohon dan ceruk-ceruk goa runduk dalam bayangan rumah sempurna dari tengkorak-tengkorak beserta jejak riwayat-riwayat yang tersimpan di kebisuan karang sabar menunggu hempas gelombang seperti perawan yang sabar menghitung purnama menunggu kekasih datang dari balik pasang lautan bersama bau tuna bakar dan keringat nelayan esok, fajar adalah leret-leret cahaya sorga bocah-bocah riang berjalan menenteng gate-gate atau jupi berebut mencebur ke laut yang menjelma warna kupu-kupu Melon

Sagu Rumbio 1 oleh Ramoun Apta

2 Maret 2019 Ramoun Apta Sagu Rumbio 1 Aku tebang batang rumbio di belakang rumah Aku belah hingga rekah. Cangkang batang aku buang, Inti dalam aku cincang. Lengkung kayu itu Berbunyi retak di udara. Aku peras cincangan itu dengan air kolam Sampai lepas luluk putih dari seratnya. Aku diamkan sampai luluk itu berpisah dengan air Menumpuk di kedalaman. Perlahan pasta putih bertumpuk bagai Sampah masyarakat di sudut pasar tradisional. Aku keruk ia dengan bibir tempurung Lalu aku jemur di bawah panas berdengkang. Sampai keriting ia bagai Gelombang galau laut. Aku tumbuk ia dalam lesung kayu Lalu aku tiriskan ke dalam nampan. Debu-debu halus itu Lantas aku berikan padamu. Kau menerimanya bagai batang pisang Menerima ulat menggerogoti daun. Kau butuh itu, katamu, untuk memasak Ongol-ongol sagu rumbio untukku. Ongol-ongol itu kau persembahkan Untuk pesta ulang tahunku yang ke-72. Sagu Rumbio 2 Aku cincangan daging batang Yang kau rendam dengan