Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Ramon Damora

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Ding karya Pranita Dewi

7 Juli 2018 Pranita Dewi Ding – bagi Wayan Gde Yudane I Setelah perang terakhir yang gagal dimenangkan Dan para korban dan pahlawan telah dikekalkan, Kita beringsut kembali ke sawah dan sanggah, Kembali ke balik gamelan dan mencoba meredam resah. Tabuh. Tabuh. Tabuh. Hanya gong dan kebyar yang mengerti Peluh dan keluh Yang kini bermukim dalam diri. Tetapi hidup terus membukakan pintu-pintu Menuju tahun-tahun yang tersenyum. Dan penabuh gamelan itu mengajakmu Menyambut apa pun yang terangkum Dalam kejutan-kejutan irama kendang Dan nyaring ceng ceng yang berkumandang. II Malam paling sejati di Bali Adalah ketika kau tak lagi dapat Menyimak suara orang mekidung Karena semua penjuru telah diduduki Senyap yang menekan Seperti tangan raksasa Yama. Dan Rangda terbang di atas rumah-rumah, Sibuk membentangkan padang setra Hingga ke tepi-tepi Pulau Bali: Setra yang tetap membentang Dari pagi ke pagi berikutnya. Dan orang-orang berjalan Sambil membayangkan: sej

lapislazuli bengali karya Ramon Damora

4 November 2017 Ramon Damora lapislazuli bengali biru sehelai ibunya mengapung di buthidaung sirah merona selembar adik bayi teramat cantik terkulai ngambang sepanjang benang darah ditenun kembali sungai naf dan rahang-rahang rakit pun menjahit gelora rakhine utara namun satu per satu pengungsi aus, putus, seperti butir-butir kancing jatuh dari seragam serdadu gergasi di barak tangsi semua muara mengulur seutas demi seutas bangkai gugur di pepohon lagoon, membuah buih yang putih, memberi arti pada setangkai mati maut menyumbang sedu sedan dengan menimbun kematian di ranjang pelaminan sungai yang senantiasa lengang landai sisa-sisa perahu pelarian kadang jadi betapa ringan terbang serendah bayang bayang, seindah layang layang, menggores batas batas langit bangladesh di lazuardi sebongkah tubuh bocahnya tergantung anggun berayun-ayun gerun bagai seuntai kecubung kelabu lapislazuli bengali telanjang, yang tembuspandang: dia tak hendak turun, bel