Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Malam Berkumur Ombak oleh Mashuri

26 Mei 2018 Mashuri Malam Berkumur Ombak Bila rembulan ditikam bayang ilalang Di mana langit berbintang kusimpan Jalan-jalan penuh lolong dan gonggongan Cahaya karam di ujung sabit karatan Aku berdoa dengan pelepah pisang Segala mayang lelah sembahyang Malam tak juga jinak Terus berkumur ombak Kelak ketika kutub-kutub melebur Segala warna menghablurku debur Cahaya mancur dari gelap kubur 2018 Pesta Pesisir Di gigir tambak lele, kuingat kembali Jumat Wage – penuh kelesik Angin bertiup dari langit rendah, berbisik Mantra dunia ketiga : Amis, berderit, dan luka Kutukan tujuh trah Burung-burung berkaok di tapal cakrawala Berkabar ihwal danyang pemangsa Bersiap dengan seribu tentara dunia bawah tanah Memburu kepala pengkhianat Sabda : “Keramat sirrullah!” Bibirku menggelepar Ruh gelap kubaptis sebagai tampar Cemeti bumi berhulu sengat Kalajengking purba menggelepar O, penguasa kala Inilah anak cucu pewaris darah Bila kau tak bergerak mengangkat ke

Kemolekan Landak oleh Warih Wisatsana

19 Mei 2018 Warih Wisatsana Kemolekan Landak kepada Muriel Barbery Sungguh tak ada nama kita di sini Percuma merunut kata hingga akhir cerita Bukankah kita lalat tak ingin putus asa berkali membenturkan diri ke kaca berulang terbangun dini hari mencari padanan arti menimang bunyi Menemukan goa tersembunyi dalam kata dengan remang cahaya di ujungnya Jalan berliku ke masa lalu di mana kau dan aku meragu bertanya selalu Pada diri siapakah cermin ini terpahami? Tapi semalaman tak kunjung kita temukan kiasan bagi ular yang semusim melingkar di belukar Atau buah apel dalam ingatan yang membusuk perlahan di mana seekor ulat merelakan rumah raganya sebelum terbang jadi lebah kasmaran bercumbu sekali lalu mati sendiri Semalaman tak juga kita temukan pengandaian sempurna bagi sang juru jaga Landak molek yang menyimpan duri dalam diri menahun di batin tak tersembuhkan Berulang kita menimbang meluluhkan arti dan bunyi agar kisah ini direnungi berkali meng

Melawat 1258 Saka oleh Marsten L Tarigan

12 Mei 2018 Marsten L Tarigan Melawat 1258 Saka Sumpah Palapa, tahun 1258 Saka; nama kami telah disebutkan untuk segera ditaklukkan. Tapi tanduk kerbau telah kami letakkan di ujung atap-atap rumah kami, sebagai tanda rendah diri, sekaligus tanda bahwa kami tak akan tunduk pada sesiapa yang menganggap kami sebagai musuh atau bidak. /1/ Keserasian lembah-lembah perbukitan dan hutan, telah menjadi pagar bagi negeri kami. Pengrengret, cicak bertubuh wajik dan berkepala dua telah diturunkan di tanah kami oleh Dibata Si Mada Tenuang. Sejak berabad-abad lampau, ia pelindung purba bagi kami, penunjuk arah dalam hitam pelukan hutan. Haru Karo, mungkin adalah ingatan yang paling tipis, yang mungkin akan kau lewatkan dalam lipatan-lipatan sejarah. Tapi kami tegak menjajak bumi lewat tabas dan hikayat leluhur kami, berdiri di atas tiap kata kata melepas gurit yang selalu kami tembangkan. /2/ Kami telah terkumpul sebagai himpun Merga Si Lima, seikat ilalang yang terus

Kamar Kecil oleh Joko Pinurbo

5 Mei 2018 Joko Pinurbo Kamar Kecil Pada suatu kangen aku dijenguk oleh bahasa Indonesia yang baik hati dan tidak sombong serta rajin tertawa. Kusilakan ia duduk di atas kamus besar di meja yang penuh buku dan kamu. Matanya bingung melihat kamarku lebih kecil dari kamar mandi teman-temanku. Ia turun dari kamus dan bertanya, “Mana kamar besarmu?” “Kamar besarku ada dalam rinduku.” (Jokpin, 2017) Rumah Tangga Bertandang ke rumahmu, aku mendaki jalan berundak-undak serupa tangga. Jalan berundak-undak yang tersusun dari batu bata merah hati. Hatimu. Masuk ke ruang tamu, aku lanjut menapaki tangga menuju kopimu. Tangga kayu yang membuat kakiku gemetar karena rindu. Begitu kuucapkan halosu di depan pintu, sebutir sepi menggelinding menuruni tangga menuju insomniamu. Seekor kucing meluncur menyusuri tangga menuju aduhmu. “Aku ingin sembuh dalam sajakmu.” Bertandang ke dalam sajakku, kau akan melewati tangga kata berliku-liku dan disambut ha