Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Kaki Air oleh Afri Meldam

27 Oktober 2018 Afri Meldam Kaki Air Ikan-ikan diam di palung terdalam Kerikil hijau lumut Bunga-bunga lili dengan kuntum merah darah Dari rumpunnya kaki air menetes Muara masih penuh oleh penambang Satu dua mati dalam lubang kubang Tak ada ikan di sana Emas sebongkah gajah memeluk mereka Kalibata, 2018 Mewarnai Musim Kemarau Sebuah garis cokelat tegas tebal Di atas tanah kuning kering Daun-daun keriput hitam Burung-burung kelabu yang kaku Kau cari krayon hijau yang dicuri musim lalu Kalibata, 2018 Ujung Jalan Setapak Pernah kau dengar cerita celaka itu Dari pencari manau di Lurah Sembilan Turun ia ke anak sungai berlintah berkutu Jalan pulang dibalut sulur rotan Sebuah jalan berbatu Menuju entah yang tak kau tahu Kalibata, 2018 Rusa Betina di Pinggang Ladang Rusa gendut merah jambu di kaki ladang Tak takut ia menatapmu Karena kau bukan pemburu, Bujang! Parang majal dan anjing pemalasmu Hanya membuatnya menoleh sedikit panjang Lalu memakan habis pakis-pakis Rusa keram

New Cinema Paradiso oleh Hasan Aspahani

20 Oktober 2018 Hasan Aspahani New Cinema Paradiso PERGILAH, Salvatore, pergilah! Sebelum sesuatu yang lain terbakar, dan kau jadi buta. Aku ingin, dengan matamu, kau melihat kota-kota lain, untukku, tidak lewat proyektor tua dan ruang pemutar yang semakin sempit ini. Pergilah, karena perang sudah reda. Kami tak lagi harus berdusta tentang ayahmu, misalnya, kau tak harus mencari di medan tempur mana ia ditembus peluru dan tak ada dokumentasi yang pantas untuk pemakamannya. Kota ini, Salvatore, aku tahu menciptakan banyak kenangan untukmu, seperti adegan yang putus oleh keleneng lonceng pastor, aku tak membuangnya, Salvatore, aku menyimpannya, untukmu. Tapi kenangan itu, Salvatore, mengandung suatu bahan yang juga mudah terbakar dan membakar, karena itu pergilah. Pergilah, Salvatore. Sebab aku tidak bisa lepas dari kenangan itu, dan kau pergilah. Pergilah, Salvatore, karena akan terlalu lama kau tersiksa, oleh siksa, yang mungkin bisa kau hindari. Pergilah, Salvatore, dan

Masalah Radio oleh Surya Gemilang

13 Oktober 2018 Surya Gemilang Masalah Radio radio selalu mengikutimu. kau tak tahu apakah ia berkaki tapi ia selalu ada di sekitarmu – entah itu di toilet umum, di meja makan kantin kampusmu, di antrean menuju atm saat kau mesti membayar sisa hidupmu, bahkan di dalam kekosongan mimpi dan batok kepalamu. radio selalu mengikutimu, dan perlahan-lahan menjadi bagian tubuhmu. kau pun mulai mencoba membalas segala kata dari mulutnya, tanpa menyadari bahwa radio telinga pun tiada punya. (Jakarta, April 2018) Senapan dan di malam yang panas ini tubuhku digenggam untuk kesekian kali dan di malam yang jahanam ini kudengar lagi ada yang memohon ampunan pada sang tuan yang menguasaiku sepenuhnya dan di malam yang mulai mendung ini lelaki itu memohon agar tak dihujani peluru dari tubuhku, sembari menghujani tanah dengan air mata penyesalan yang hampir sehangat moncongku dan di malam yang mulai hujan ini, untuk kesekian kalinya, disadarkannya bahwa aku hanyalah alat untuk memuntah