Langsung ke konten utama

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Deviasi Bahasa Puisi

Bahasa

8 April 2017


Beberapa pemanfaatan deviasi bahasa tersua pada struktur kalimat dalam larik (1) menepis sedih ia dalam kalut (menepis mendahului subjek dengan maksud untuk mengedepankan predikatnya; (2) biarkan bumi semakin bergesa (mestinya kata bergesa bertulis tergesa-gesa; (3) seribu api—tata urut frasa ini tampaknya ingin menjelaskan bahwa panasnya api itu beribu-ribu kali panasnya dari panas biasa; (4) di sayup-sayup embun—preposisi di seharusnya bergabung dengan nomina atau yang menyatakan tempat, tapi di di sini disandingkan dengan adjektiva, sayup-sayup; (5) seperti hujan yang jatuh remis–terjadi penyingkatan kata geremis menjadi remis yang dilakukan penyair.
Penyimpangan struktur kalimat, pembalikan tata urut kata, pelesapan unsur kata, atau penyingkatan kata dimaksudkan agar tercapai keindahan puisi yang diciptakan. Puisi mampu memanfaatkan bahasa secara leluasa karena penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977: 22). Karya sastra dianggap sebagai sebuah kerja kreatif-imajinatif yang memiliki kelebihan khusus: bahasa dalam kesusastraan tidak hanya sebagai media komunikasi. Bahasa dalam sastra memberi makna yang luas bagi hubungan antarmanusia. Kemampuan sastrawan mengeksploitasi bahasa dalam berbagai dimensi membuat bahasa sastra terkesan lebih memukau.
Bahasa sastra dicirikan memiliki karakteristik konotatif, simbolis, efek musikalitas, dan multitafsir. Yang terakhir disebut merupakan yang paling menonjol karena kesalahan tafsir bisa menimbulkan persepsi (pembaca) yang berbeda. Ini mengakibatkan adanya kesalahan komunikasi sehingga puisi itu tidak total dipahami pembaca yang salah menafsirkan.
Chairil Anwar menuliskan ini kali (dalam puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil”). Bila mengikuti aturan tata bahasa, ini kali seharusnya ditulis kali ini. Ini kali bisa menimbulkan penafsiran ini sungai. Padahal, kali di sini adalah persoalan waktu. Namun, bila kata kali diganti menjadi saat atau sekarang tentu cita rasa puisi akan berbeda.
Dalam puisi ”Kenangan”, Chairil sengaja menyelang-seling bahasa. Kata-kata klise dengan bentuk yang justru baru atau belum dikenal. Kadang/Di antara jeriji itu-itu saja/Mereksmi memberi warna. Kata mereksmi sangat menarik perhatian dan terlihat istimewa, selain jeriji tentunya. Kata itu begitu asing di telinga kita. Ada kemungkinan mereksmi adalah bahasa prokem yang digunakan sebagai sarana komunikasi para remaja. Di balik bahasa itu terselubung sandi-sandi yang hanya dimengerti kalangan tertentu. Chairil menampakkan kebosanannya dengan kata itu-itu saja sehingga muncullah kata-kata baru yang segar sebagaimana yang telah dilakukannya dengan berbagai eksperimen dan inovasi.
Pada titik itulah keterlibatan penyair dalam menafsirkan puisinya sangat penting. Ada indikasi yang lebih kuat, terlepas dari kontroversi apakah puisi yang memberi dan menghadirkan makna kepada pembacanya, ataukah sebaliknya, pembaca itu sendiri yang menyajikan makna terhadap sajak. Di pihak lain apakah pembaca/penafsir harus semata-mata berhadapan dengan teks (puisi) sebagai sesuatu yang telah utuh ataukah keterlibatan penyair menjadi penting? Bagaimanapun, puisi terbuka untuk berbagai penafsiran selagi ia memberi argumentasi yang layak diterima; sementara penyair leluasa mengeksploitasi dan menyimpangkan bahasa atas nama deviasi bahasa.
MUHAMMAD HUSEIN HEIKAL
Juara I Lomba Debat Bahasa Indonesia, Balai Bahasa, Sumatera Utara (2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Rindu oleh Joko Pinurbo

24 Desember 2016 Joko Pinurbo Malam Rindu Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir. Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku ke pelukanmu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu. (Jokpin, 2016) Pulang Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga lekas lerai. Semoga lekas sampai. Jika nanti air mataku terbit di matamu dan air matamu terbenam di mataku, maaf selesai dan cinta kembali mulai. (Jokpin, 2016) Su

Malam oleh Avianti Armand

6 Mei 2017 Avianti Armand Malam – untuk Ibu Seperti ini aku akan mengingat malam: Ayahku terbang setelah gelap dengan deru besi seperti derap dan ia belum akan pulang sampai aku pergi nanti. Kata ibuku: Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh. __ Adikku takut pada bayangannya, maka kami meninggalkannya di luar. Tapi menjelang tidur, bayangan itu kesepian dan meraih jendela – Tok. Tok. Tok. Di bawah selimut, kami bersembunyi. ”Apa dia akan mengambilku?” tanya adikku. Tok. Tok. Tok. ”Tidak.” ”Apakah ia akan menciumku?” Tok. Tok. Tok. ”Ia akan menciummu.” __ Tidur, ibu. Malam sudah menyimpan yang ingin kita lupakan. Juga rahasia yang melahirkan kita. 21:17 13.12.2016 Gravitasi Hari ini kita akan berjalan dan menjelma gema badai pasir – Seorang lelaki menyentuhkan ujung jarinya ke tanah yang memanggil namanya dan mengingatkan ia tentang asal dan takdirnya. Sesudah itu, ia akan tinggal. Tapi kita akan terus berjalan. 16

Kopi Koplo oleh Joko Pinurbo

Joko Pinurbo Kopi Koplo Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi? Itu racun rindu yang mengandung aku. (Jokpin, 2018) Belajar Berdoa Enggak usah crigis. Mingkem saja dulu, bereskan hatimu yang amburadul. (Jokpin, 2018) Kakus Tega sekali kaujadikan dirimu yang wah kakus kumuh berwajah rumah ibadah. (Jokpin, 2018) Bonus Langit membagikan bonus air mata kepada pelanggan banjir yang setia. (Jokpin, 2018) Buku Hantu Untuk apa kamu menyita buku yang belum/tidak kamu baca? Untuk menghormati hantu tercinta. (Jokpin, 2018) Malam Minggu di Angkringan Telah kugelar hatiku yang jembar di tengah zaman yang kian sangar. Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong, malam yang jingglang, lupakan politik yang bingar dan barbar. Mau minum kopi atau minum aku? Atau bersandarlah di punggungku yang hangat dan liberal sebelum punggungku berubah menjadi punggung negara yang dingin perkasa. (Jokpi