Langsung ke konten utama

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Sebatang Tomat Kampung oleh

Alizar Tanjung


Sebatang Tomat Kampung

katamu aku sebatang tomat
tumbuh tanpa dipupuk,
berbuah kecil-kecil,
hanya 500 rupiah per kilogram
di pasar bukitsileh.

katamu dagingku manis,
tak perlu dicuci, bisa disantap,
sekali gigit langsung sebatang tubuh,
kamu bilang nominal hanya soal
angka-angka, aku katamu
suara dari dalam.

kemudian kamu mengeringkan aku,
di atas abu berminggu-minggu,
katamu suara dari dalam mesti murni,
kita hanya butuh diri sendiri,
sumbat rapat-rapat telinga.

biji-bijiku kamu semai. aku hanya
sedang menanam diri sendiri,
tepatnya memelihara yang pantas
dipelihara, katamu. kau tak lagi
pernah membicarakan pasar.

2018


Benang-benang Pandai Sikek

tanganmu berjemari lentik, perpaduan lado
pandai sikek, kol, tomat, wortel, seledri,
bawang merah, kacang buncis, daun sugi-sugi,
daun salam, bunga raya merah di tepian mandi.

aku benang halus yang terperangkap
di lima jari kananmu, di lima jari kirimu,
sambung-menyambung benang di jemarimu,
sambung-menyambung diriku ke dalam dirimu.

”benang-benang songket ini, menjagaku
dari petang ke petang.”

tanganku berjemari kasar perpaduan lado
karangsadah, kol, tomat, wortel, seledri,
bawang merah, kacang buncis, daun sugi-sugi,
daun salam, terung pahit berduri batangnya
di belakang rumah, besar dari perpaduan
rasa pahit sekaligus rasa sakit kehidupan
dan harga murah pasar koto baru.

diriku masuk dalam dirimu, dirimu masuk
dalam diriku, perpaduan lado pandai sikek,
lado karangsadah, ini aku tunggu, katamu.
kataku juga. jemarimu cekatan menyambung
benang, diriku.

”putus. benang ini putus,”ujarmu.

2018


Karatau Jatuh

etek. apa? sudah tiba rupanya
laut sati rantau bertuah ke dalam
badan diriku. aku tunggu-tunggu
karatau yang tumbuh sebatang
di depan rumah, tak jua berbuah.
naik turun jakunku saban hari,
berharap sebiji buah jatuh
dari dahan yang mana saja.

bujang! iya etek. aku cari tempurung
kelapa tua di kandang rumah gadang.
tak juga berjumpa. kayu bakarku
sudah habis. nasiku belum masak.

mungkin tanah pada satu sudut
sudah menimbunnya, ciliang-ciliang
terperangkap di dalam. kau kais-kais
tanah kandang, semoga masih nyaring
batok kelapa saat kau ketok.

pilihan kedua biar aku tebang saja
dengan parang paling tajam
batang karatau itu. biar tak ada luka
yang tinggal. juga dalam diriku.

2018

Alizar Tanjung lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987. Dua bukunya yang telah terbit adalah kumpulan cerpen Jemari yang Saling Genggam (2015) dan novel Anak-anak Karangsadah (2016).



A Warits Rovi


Ikan dan Daun

daun terjun ke dalam sungai
bercerita kepada ikan-ikan
bahwa hidup adalah dahan beranting
yang kerap dijambak angin
dan disekap hening,

ikan-ikan menyembunyikan cerita itu
di balik belahan sebongkah batu
ia merasa lebih tahu
bahwa hidup adalah arus beku
yang membawa bau daging dari hulu,

lalu daun-daun dan ikan-ikan bersalaman
berpisah di sungai bercabang
karena hidup adalah pilihan
dari sekian cabang sungai dan jalan.

Panhabasen, 01.11.18


Bungduwak

di dusun ini, bayangan tubuh ramping di batu
seolah menyesap sisa masa kanak
yang diabaikan cerita angin,

kau tahu, angin hanyalah bualan musim
yang kerap mendustai tanah dan pohon,

di dusun ini, garis kesunyian
menelikung alis para orang tua
melamar celah kayu
untuk menyembunyikan debu dan abu,

kau tahu, abu itulah yang berasal
dari pembakaran lumpang dan lesung moyangmu,

di dusun inilah, aku dan kamu
adalah sepasang batu
yang membisu untuk sebuah restu
seraya menunggu jejak terlukis di langit biru.

Bungduwak, 11.17


A Warits Rovi lahir di Sumenep, Madura, 20 Juli 1988. Puisinya termuat dalam sejumlah antologi, antara lain Ketam Ladam Rumah Ingatan (2016).



Didik Wahyudi


Pelajaran Bertahan

Sebuah tahun bukanlah sebuah
Kendaraan
Sehingga kita tak bisa berkata,
”Tolong, aku mau turun di sini.
Hentikan mobilnya di sini.”
Jika kita masih bernapas dan hari-hari
Berputar kita tak punya pilihan
Kecuali terus menyertainya
Apa pun keadaan dia atau kita

Sebuah tahun bukanlah
Sebuah kendaraan sehingga tak ada
Seseorang yang mengambil kemudinya

Tidak ada sebuah jawatan
Yang membuat sejumlah ketentuan
Dan tata cara baku bagi
Kenyamanan bersama para
Penumpangnya

Sebuah tahun bukanlah sebuah
Kendaraan sehingga kita tidak bisa
Menolak menaiki tahun-tahun tertentu
Dan hanya memilih berada di atas
Roda-roda tahun tertentu menuju

Tempat-tempat
Tertentu yang kita sudah nikmati.

(2018)


Gunung Kecil

Sebuah gunung telah mengecilkan tubuhnya.
Kecil hingga seukuran kulkas. Istriku dan
ayahnya membawa gunung itu ke rumah dan
meletakkannya begitu saja di ruang keluarga.
Kami pandangi dekorasi baru itu. Kami melihat
pinus. Jalan setapak. Edelweis si bunga abadi.
Danau. Dan kabut yang mengambang. Sebuah
jejak lahar. Goresan hitam di sebelah sana, jejak
kebakaran. Sungai mati. Harimau. Kera. Elang
Jawa. Dan kepundan yang melepaskan bau
belerang. “Hei, lihat,” kata anakku menunjuk
sebuah titik tiba-tiba. Kami mengamatinya.
Sebuah ceruk. Sebuah tas ransel. Senter. Lampu
badai. Kompor gas. Dan sepasang pendaki yang
lelap tertidur.

(2018)


Jalan Pertolongan

Ia mulanya sebuah titik. Kemudian bulatan.
Putih. Bersih. Lalu memanjang. Dan melebar. Ia
terjulur. Begitu menjanjikan. Sebuah jalan yang
akan membawanya pulang. Ada kembang. Ada
lenguh lengang. Penuh harap dan kepercayaan
langkah dia serahkan. Akhirnya. Setelah
lelah berputar dan berputar. Dari satu titik awal
ke titik awal. Inilah sebuah jalan di ujung hari-
hari sesat yang menakutkan. Memungkasi kerja-
kerja pencarian. Selamat datang selamat
tinggal.

(2018)


Tali Awan

Dengan tali ini kita
Menarik dan menurunkan awan
Kita peras air seperti
Para peternak sapi memeras
Susu

Benamkan yang kotor
Keringkan yang bersih
Isilah yang kosong
Tutuplah yang isi

Dengan tali ini kita
Menarik dan menurunkan suka cita
Ke halaman rumah
Anak-anak bernyanyi dan tertawa
Orang-orang tua bernyanyi dan tertawa.

(2018)


Didik Wahyudi menulis puisi dan menyutradarai teater. Ia berdomisili di Surabaya, Jawa Timur.

Komentar

  1. Best casinos for slots, jackpots, poker, roulette - Drm
    Best casinos for slots, jackpots, poker, roulette 안양 출장마사지 - Drm 시흥 출장안마 and casinos for slot machines, roulette - 이천 출장샵 Drm Cabaret, and casinos 익산 출장안마 for slot machines, roulette - Drm 보령 출장안마 Cabaret,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Rindu oleh Joko Pinurbo

24 Desember 2016 Joko Pinurbo Malam Rindu Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir. Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku ke pelukanmu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu. (Jokpin, 2016) Pulang Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga lekas lerai. Semoga lekas sampai. Jika nanti air mataku terbit di matamu dan air matamu terbenam di mataku, maaf selesai dan cinta kembali mulai. (Jokpin, 2016) Su

Malam oleh Avianti Armand

6 Mei 2017 Avianti Armand Malam – untuk Ibu Seperti ini aku akan mengingat malam: Ayahku terbang setelah gelap dengan deru besi seperti derap dan ia belum akan pulang sampai aku pergi nanti. Kata ibuku: Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh. __ Adikku takut pada bayangannya, maka kami meninggalkannya di luar. Tapi menjelang tidur, bayangan itu kesepian dan meraih jendela – Tok. Tok. Tok. Di bawah selimut, kami bersembunyi. ”Apa dia akan mengambilku?” tanya adikku. Tok. Tok. Tok. ”Tidak.” ”Apakah ia akan menciumku?” Tok. Tok. Tok. ”Ia akan menciummu.” __ Tidur, ibu. Malam sudah menyimpan yang ingin kita lupakan. Juga rahasia yang melahirkan kita. 21:17 13.12.2016 Gravitasi Hari ini kita akan berjalan dan menjelma gema badai pasir – Seorang lelaki menyentuhkan ujung jarinya ke tanah yang memanggil namanya dan mengingatkan ia tentang asal dan takdirnya. Sesudah itu, ia akan tinggal. Tapi kita akan terus berjalan. 16

Kopi Koplo oleh Joko Pinurbo

Joko Pinurbo Kopi Koplo Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi? Itu racun rindu yang mengandung aku. (Jokpin, 2018) Belajar Berdoa Enggak usah crigis. Mingkem saja dulu, bereskan hatimu yang amburadul. (Jokpin, 2018) Kakus Tega sekali kaujadikan dirimu yang wah kakus kumuh berwajah rumah ibadah. (Jokpin, 2018) Bonus Langit membagikan bonus air mata kepada pelanggan banjir yang setia. (Jokpin, 2018) Buku Hantu Untuk apa kamu menyita buku yang belum/tidak kamu baca? Untuk menghormati hantu tercinta. (Jokpin, 2018) Malam Minggu di Angkringan Telah kugelar hatiku yang jembar di tengah zaman yang kian sangar. Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong, malam yang jingglang, lupakan politik yang bingar dan barbar. Mau minum kopi atau minum aku? Atau bersandarlah di punggungku yang hangat dan liberal sebelum punggungku berubah menjadi punggung negara yang dingin perkasa. (Jokpi