Langsung ke konten utama

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

New Cinema Paradiso oleh Hasan Aspahani

20 Oktober 2018

Hasan Aspahani

New Cinema Paradiso


PERGILAH, Salvatore, pergilah!

Sebelum sesuatu yang lain terbakar,
dan kau jadi buta.

Aku ingin, dengan matamu, kau melihat
kota-kota lain, untukku, tidak lewat proyektor tua
dan ruang pemutar yang semakin sempit ini.
Pergilah, karena perang sudah reda.

Kami tak lagi harus berdusta
tentang ayahmu, misalnya, kau tak harus mencari
di medan tempur mana ia ditembus peluru
dan tak ada dokumentasi yang pantas untuk pemakamannya.

Kota ini, Salvatore, aku tahu
menciptakan banyak kenangan untukmu, seperti
adegan yang putus oleh keleneng lonceng pastor,
aku tak membuangnya, Salvatore, aku menyimpannya, untukmu.

Tapi kenangan itu, Salvatore, mengandung suatu bahan
yang juga mudah terbakar dan membakar, karena itu
pergilah. Pergilah, Salvatore.

Sebab aku tidak bisa lepas dari kenangan itu,
dan kau pergilah.

Pergilah, Salvatore, karena akan terlalu lama kau tersiksa,
oleh siksa, yang mungkin bisa kau hindari.

Pergilah, Salvatore, dan jangan pulang
kecuali oleh sebuah telepon tentang kematianku,
dan kenangan akan surga sinema yang runtuh
di alun-alun kota kita yang kalah.

Saat itu, kau mungkin sudah bisa tahan menahan, dan
mampu memandang masa lalumu – dan masa lalu kota ini –
dengan senyum yang pedih: penuh dan sedih.

#NuovoCinemaParadiso #LesFilmsAriane
#MiramaxFilms #UmbrellaEntertainment
#FrancoCristaldi #GiuseppeTornatore
#EnzoCannavale #PhilippeNoiret



Yang Menjebakmu dengan Tanggal Kedaluwarsa

PERGILAH, pergilah dari hidupmu yang terlalu
mudah seperti toserba yang tak berhenti menawarkan
potongan harga. Pergilah dari hidupmu
yang terlalu bising, seperti toserba dengan
pramuniaga yang mengoceh tentang hadiah yang membuat
kau membeli apa yang tak kau perlukan. Pergilah

dari hidupmu yang semakin buru-buru. Lihat, apa
yang kau tumpuk di keranjang belanjamu itu? Makanan
siap saji yang menjebakmu dengan tanggal kedaluwarsa

#Supermarket #Kedaluwarsa #Konsumerisme #Konsumtif
#Pramuniaga #KeranjangBelanja #DiskonMelulu



Desember dan Setelah Itu

AKU akan sampai lagi padamu, Desember, kau
tahun yang mengunyah, yang akan menelan aku,
atau meludahkan aku ke kalender yang mati itu.

Aku akan sampai lagi padaku, Desember, tak ada
lagi yang kita percakapkan tentang kegaduhan pesta,
api kembang api, dan hitung mundur yang konyol.

Aku akan pergi lagi dari diriku dan dari dirimu,
Desember. Setelah itu. Mencoba mengelak dari jejak
waktu yang kau ciptakan pada tubuhku. Setelah itu.

#BagjaHidayat #Kolom #ForestDigest #December
#CollectiveSoulhttps://genius.com/artists/matt-serletic
#EdRoland #DeanRoland #WillTurpin
#JohnnyRabb #JesseTriplett



Berjalan di Tanahabang

HIDUP di situ seperti seseorang
yang menghadang di ujung gang
menunggu dan menantang
jawaban kita
untuk sebuah duel yang tanggung
kita toh tak bisa kalah
tapi juga tak pernah menang
tak bisa menghindar
dari peluh dan peluru
dari keluh dan gerutu

*
Atau, seperti catatan Si Djon
yang terpesona pada pastel pelukis Jepang,
juga caranya menangkap, dan memindahkan
zaman yang panas, ke kertas,
dan berpikir bagaimana caranya
menjaga agar lembar itu tak terbakar

demi ingatan yang selalu ragu

*
Atau juga, hidup itu seperti lirik awal
lagu-lagu Melayu, bunyi orkes dari kurun lain
yang masih jauh dari kata beres.

#Tanahabang #KebonKacang #NasiUduk #CarFreeDay
#Sudjojono #OrkesMelayu #EnjoyJakarta



Suatu Sore di Kemang
DI jendela besar
fasad sebuah butik
di balik kedap kaca
seorang perempuan
menukar busana
pada tubuh boneka

Di seberang waktu
seorang lelaki memandang
ke sisi lain dirinya
ke arah lain hidupnya
ke lintas lalu jejak
nama para diaspora

#GrabBike #WahanaKreator #KemangUtara
#BaladaSiRoyTheMovie #SalmanAristo
#FajarNugros #AriefAshshidqie



Di Sebuah Kedai Kopi di Daik Lingga

PADA kopi kedua
dan nasi dagang kelima,
(mungkin enam)
ingin benar aku
menyiulkan Sinatra
diam-diam
untuk serombongan orang Singapura
yang tadi menghabiskan laksa
dan membiarkan sisa busa teh tarik
pada bibirnya

Kulihat Hasbi memainkan kamera
mencari kombinasi yang tepat
antara rana dan diafragma
sebelum memotret
anak-anak pagi jalanan
berlari menuju sekolah
(dan mungkin masa depan)

“Atuk kami, dulu,
juga sekolah di situ,”
kata seorang orang Singapura itu
bercakap dengan masa lalu

Di dinding kedai
ada repro gambar Sultan Riau terakhir
dengan ekspresi yang cemas
dalam ingatan dan kurungan bingkai
dimakan anai-anai

#DaikLingga #MuhammadHasbi #FatihMuftih
#RidaKLiamsi #NasiDagang #KopiTarik #FrankSinatra



Ijtimak Ayah dan Anak

ANAKKU menggambar segelas cappuccino dengan
gambar seperti wajahku pada permukaannya. Dan barista
terkapar di samping mesin espresso yang masih menyala.
Dari hidung barista itu menyembur uap panas. Dia belum
mati. Tapi tak ingin hidup lagi. Buih susu meleleh pada
ranting meja. Waktu yang selengket gulali, dari kanvas
Dali.

Anakku mewarnai sisa ruang kosong pada gambarnya,
dengan Faber-Castell. Merah yang tak terduga. Siapa tadi
yang memesan cappuccino itu dengan gambar wajah yang
buruk pada permukaannya? Ia menuliskan kalimat tanya,
pada sudut kertas. Apakah itu judulnya? Aku bertanya.
Bukan, itu pertanyaan yang tak sempat dijawab oleh si
barista, sebelum kuputuskan ia terkapar dalam gambarku
ini.

#Cappuccino #Dali #IkraBhaktiAnanda #Barista
#MesinEspresso #FaberCastell



Menafsirkan PAS Band

SEAKAN tikaman-tikaman kecil
begitulah sesuatu kita mulai
sepi yang gemulai
kepingan-kepingan asing
yang kita coba persatukan
seperti mimpi
saling bertukar
dengan isyarat
tangan yang berat.

Tangga ke arah kamar
kosong dari beban
serangkaian ketukan-ketukan ragu
seseorang di koridor
menebak apakah cahaya
yang menjulur ke luar
liana kata yang menjalar
mengulur luka yang harum
sakit yang kita nikmati
dan harus kita akhiri.

Seperti jawaban yang ditunggu
yang gagal diucapkan malam
dan tak dipedulikan
oleh jalanan
perang yang harus kita hadapi
sebagai bajingan
yang abai dan tak pandai
membuka mata ke hati sendiri
tak juga cerdas dan tangkas
memelihara cinta.

#PASband #Yukie #Bambang #AquariusMusikindo
#Trisno #Sandy #RomanticLiesAndBleeding



Hasan Aspahani lahir di Sei Raden, Kalimantan Timur, 1971. Duka Manis (2018) adalah buku puisi terbarunya. Ia mengelola www.haripuisi.com.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Rindu oleh Joko Pinurbo

24 Desember 2016 Joko Pinurbo Malam Rindu Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir. Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku ke pelukanmu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu. (Jokpin, 2016) Pulang Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga lekas lerai. Semoga lekas sampai. Jika nanti air mataku terbit di matamu dan air matamu terbenam di mataku, maaf selesai dan cinta kembali mulai. (Jokpin, 2016) Su

Malam oleh Avianti Armand

6 Mei 2017 Avianti Armand Malam – untuk Ibu Seperti ini aku akan mengingat malam: Ayahku terbang setelah gelap dengan deru besi seperti derap dan ia belum akan pulang sampai aku pergi nanti. Kata ibuku: Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh. __ Adikku takut pada bayangannya, maka kami meninggalkannya di luar. Tapi menjelang tidur, bayangan itu kesepian dan meraih jendela – Tok. Tok. Tok. Di bawah selimut, kami bersembunyi. ”Apa dia akan mengambilku?” tanya adikku. Tok. Tok. Tok. ”Tidak.” ”Apakah ia akan menciumku?” Tok. Tok. Tok. ”Ia akan menciummu.” __ Tidur, ibu. Malam sudah menyimpan yang ingin kita lupakan. Juga rahasia yang melahirkan kita. 21:17 13.12.2016 Gravitasi Hari ini kita akan berjalan dan menjelma gema badai pasir – Seorang lelaki menyentuhkan ujung jarinya ke tanah yang memanggil namanya dan mengingatkan ia tentang asal dan takdirnya. Sesudah itu, ia akan tinggal. Tapi kita akan terus berjalan. 16

Kopi Koplo oleh Joko Pinurbo

Joko Pinurbo Kopi Koplo Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi? Itu racun rindu yang mengandung aku. (Jokpin, 2018) Belajar Berdoa Enggak usah crigis. Mingkem saja dulu, bereskan hatimu yang amburadul. (Jokpin, 2018) Kakus Tega sekali kaujadikan dirimu yang wah kakus kumuh berwajah rumah ibadah. (Jokpin, 2018) Bonus Langit membagikan bonus air mata kepada pelanggan banjir yang setia. (Jokpin, 2018) Buku Hantu Untuk apa kamu menyita buku yang belum/tidak kamu baca? Untuk menghormati hantu tercinta. (Jokpin, 2018) Malam Minggu di Angkringan Telah kugelar hatiku yang jembar di tengah zaman yang kian sangar. Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong, malam yang jingglang, lupakan politik yang bingar dan barbar. Mau minum kopi atau minum aku? Atau bersandarlah di punggungku yang hangat dan liberal sebelum punggungku berubah menjadi punggung negara yang dingin perkasa. (Jokpi