Langsung ke konten utama

Afrizal Malna: meteran 2/3 jakarta

Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda

Basilika St Paulus karya Mario F Lawi

31 Maret 2017
Mario F Lawi

Basilika St Paulus


Kumasuki basilika yang lengang setelah merekam
Gerak burung-burung di dahan-dahan cemara
Dan mengerti akan kurindukan aroma musim
Gugur yang tak mungkin kukenal, gerak daun-daun
Dan derak reranting terinjak kaki para pedestrian.
Di samping tukang taman yang sedang menjaga
Hijau rerumputan dari cakar-cakar musim panas
Seorang rasul pemegang pedang dan kitab
Membiarkan berkat purbanya menyentuh kepalaku.

Kususuri gambar para paus, menemukan nama
Ayah berada di antara gambar para koruptor,
Para pengkhianat, para pengajar dan para santo
Yang berjejer membatasi tiang-tiang dari
Jendela-jendela, lukisan-lukisan dan langit-langit.
Fana ingin jadi kekal dalam tiang-tiang
Menjulang ini, tiang-tiang penopang
Langit-langit berwarna emas.

Kubayangkan emas langit-langit ini
Menjadi perhiasan di langit Damaskus,
Setelah Sang Penenun Tarsus yang buta
Karena cahaya kembali melihat dan surga
Merentangkan sepasang sayapnya menjemput
Doa-doa orang-orang kecil dan putus asa.

Kulihat sekelompok pemuda berbaju biru
Menyalakan lilin di depan lukisan Maria yang
Dimahkotai putranya, mendaraskan doa-doa
Latin yang memanggil-manggil seseorang dalam
Diri yang telah kutinggalkan jauh di masa lalu.

Kuseret langkahku menuju pintu kanan
Dan kusaksikan seorang pastor sedang berlutut
Di dalam kapela, di depan tubuh marmar
Santo Benediktus, ketika dari lukisan di samping
Kapela Kristus berjalan keluar meninggalkan
Perjamuan, mendekat ke arah sang pastor,
Memasukkan tangan cahayanya ke dalam dada
Sang pastor dan berkata, “Telah kujawab doamu.”

Kubawa adegan terakhir itu keluar dengan langkah
Yang kian berat, dan seperti orang Tarsus yang
Buta, kubayangkan kuda-kudaku berlari jauh
Meninggalkanku dan tak ada lagi yang dapat
Kuandalkan selain suara yang tetap tinggal dalam
Hatiku jauh setelah langit meredakan gemuruhnya.

2017


Basilika St Petrus, 2

Di Mehara, gedung sebesar ini dibangun dari mimpi dan wahyu.
Huruf-hurufnya adalah suara ribuan tahun yang dialirkan,
Silsilah leluhur yang dikisahkan ketika samar garis batas dewata
Dan manusia. Koleksinya adalah kidung yang diwedarkan
Dari atas pohon-pohon lontar, riuh dari ceruk embung di bulan
Daba Ae, bisik di bawah panggung yang mendekap jenazah
Para leluhur, kersik daun-daun beringin yang diambil getahnya.

Makam, di Mehara, bukanlah sesuatu yang kaubangun semegah ini,
Menyimpan mumi-mumi yang takut kehilangan penanda.
Ia adalah bukit-bukit penggembalaan, tanah bekas rumah yang beralih
Kebun, segenggam sirih pinang di musim merantau, bahasa rahasia
Leluhur yang menjelma mimpi ketika tubuhmu dicengkeram penyakit.
Ia bukan tugu peringatan yang dibangun orang-orang hidup. Ia kerikil
Kecil yang ditunjukkan para arwah ketika rindu memelukmu.

Peradaban, di Mehara, adalah cerita yang bertahan dari generasi
Ke generasi selama ribuan tahun, suara para dewa yang sayup
Kaudengar dari ujung entah, sebagai masa lalu sekaligus masa kini.
Ia adalah warna-warni yang dibentangkan para perempuan sebagai
Salam perpisahan, untuk setiap helai daun nila, pandan duri,
Kapas dan akar mengkudu yang diambil dari pohon-pohonnya.

Di Mehara, kehilangan, sebagaimana di sini, adalah sesuatu yang
Mustahil ditolak. Tapi maut bukan batas, dan suara berhak abadi.
Engkau memiliki orang-orang yang selalu bersedia mendengarkan
Ceritamu, menyimpan puisimu sebagai ingatan baik mereka,
Mengisahkannya kembali kepada orang-orang terkasihmu ketika
Mimpi menjadi satu-satunya pintu yang bisa kaubuka untuk menjenguk.

2017


Kisah Sepasang Bintang
Lewat sungai mana ibu menghanyutkanmu? Aksara apa yang
digurat ibu pada pahamu? Orang-orang laut memelukmu,
merasakan cinta mereka padamu jauh lebih tua dari usia langit.
Padamu mereka sematkan sirip dan sisik, agar kau anggun dan
bebas memasuki palung-palung tergelap, menelusuri ruang-ruang

rahasia yang mengalirkan cerita bagi tanah ibumu. Seorang lelaki menunggumu di pantai, dipersembahkannya nira dan gula yang ditampungnya dengan periuk-periuk tanah liat dari dapur para raja,
dikumpulkannya dari lontar-lontar terbaik pada musim di mana
angin pelan mengembus, di mana lagu-lagu yang bersahut-sahutan
dari atas pohon-pohon lontar terdengar lebih merdu ditimpa suara
pelepah-pelepah yang dipukul, haba yang dibersihkan dan batang-
batang mayang yang dikerat. Kau memintanya ikut setelah
mencecap manis yang dipikulnya dari darat, sementara mata ibu
yang awas mencari puteranya kian terbelalak ketika menemukan
aksara paling akrab di paha kananmu. Diratapinya kehendak langit,
dimintanya kalian mengurungkan hasrat agar terhindar dari tulah
para dewa. Suara tangis yang makin hebat mengubah kalian
menjadi sepasang cahaya, perlahan mengangkasa ke langit barat
dan timur, bergantian terbit dan terbenam sebagai bintang barat

dan bintang kejora.

2017


Titinalede

Kita melewati jalan ini dalam waktu yang berbeda. Kau lebih
dahulu. Setelah itu aku. Kau dari Seba. Aku dari Mesara. Waktu
merapatkan jaraknya dan mempertemukan kita. Kuhirup aroma
semua pembawa kabar dari keningmu sejak zaman Sang Pelihat
Laut. “Aku musafir,” katamu. “Maukah kau tinggal?” tanyaku.
Telah kita singkirkan Tuhan dari dongeng yang akan kita lanjutkan
kisahnya dan semakin yakin dunia akan menjadi lebih baik.
Suaramu adalah tanah yang ditebarkan untuk menyelamatkan Rai Hawu yang tenggelam dan menuntun para makhluk Riru, Rai dan Dahi lebih saksama menyaksikan mata kail cahaya dilemparkan seorang Lelaki untuk menarik pulau dari dasar laut. Jauh sebelum orang-orang kulit putih datang, menukar engkau dengan seekor
kuda dan aku dengan seekor domba. Jauh sebelum waktu bermurah hati dan mempertemukan kita kembali di jalan yang membentang lapang ke samudra untuk mengingatkan kita pada kisah sepasang manusia yang menjelma jadi sepasang bintang.

2017


Masa Kecil


Masa kecil menghapusmu dari ingatannya, meratakan bukit-bukit
kecil tempat kau bermain, mencabuti satu demi satu jahitan lontar
dari dinding rumahmu, mengambil batu-batu dari kubur-kubur
keluarga besarmu. Ia mengajakmu ke pantai ketika angin barat
sedang meninggikan gelombang, meratakan jejak-jejak kaki
kecilmu di pasir, menggulung rumput laut yang masih tersisa dari
tangan kanak-kanakmu, melubangi dasar perahu terakhir yang
pernah membawamu mendekati bagan. Kau ingin menjadi masa
kecil yang menghapus sebagian ingatannya, sedangkan dunia yang
terus berputar merasa kau akan baik-baik saja ketika berada di
ruang gelap yang tak akan pernah lagi terbuka itu.

2018


Pasar Pedèrro

Para dewa menyalakan api untuk membersihkan
Bulu-bulu para pecundang. Tak perlu mereka dipukul
Ke tiang atau batu agar tanda lebih jelas tampak bagi
Para pencari. Dari bilur dan lebam, para dewa
Tahu bukan tarung penebusan yang menyelamatkan
Desa dari bencana, bukan percik darah yang tersayat
Taji besi atau sembilu yang membasuh salah,
Melainkan lolong sekarat seekor anjing. Tak mereka
Nikmati sukacita ini sebagai pesta dan hari raya.

Sesosok dewa menurunkan jasad si kurik yang
Digantung di batang kesambi. Ini satu dari hari-hari
Ibu kehidupan berkeliling dan memerah air susunya
Bagi tumbuh kembang sorgum dan kacang hijau,
Bagi melimpahnya nira lontar musim kemarau.
Diamatinya bilur di tubuh si kurik, diusapnya
Darah yang membasahi tangannya ke batang lontar
Dekat perapian. “Bertumbuhlah, pemanggul sari-sari
Sukacita yang mengepulkan asap di dapur para
Perempuan. Berkembanglah, mayang, pelepah, daun
Yang menajamkan pisau musim panas para lelaki.”

Dilihatnya si jago merah dielu-elukan di arena.
Telah telanjang tubuh si kurik di tengah lidah api.
Dua dewa penjudi mengitari arena menentukan taji
Mana yang paling baik bagi liur mereka. Telah
Disisihkan bagian milik kedua dewa. Waktu bergeser
Ke arah hitam dan lima dewa yang mengitari perapian
Mesti mulai menentukan berapa banyak persembahan
Yang harus mereka terima di atas rakit yang akan
Dilarungkan ke barat dua purnama setelah ini.

2018


Mario F Lawi adalah mahasiswa Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Bergiat di Komunitas Sastra Dusun Flobamora.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Rindu oleh Joko Pinurbo

24 Desember 2016 Joko Pinurbo Malam Rindu Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir. Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku ke pelukanmu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu. (Jokpin, 2016) Pulang Rinduku yang penuh pecah di atas jalanan macet sebelum aku tiba di ambang ambungmu. Kegembiraanku sudah mudik duluan, aku menyusul kemudian. Judul sajakku sudah pulang duluan, baris-baris sajakku masih berbenah di perjalanan. Bau sambal dan ikan asin dari dapurmu membuai jidat yang capai, dompet yang pilu, dan punggung yang dicengkeram linu, uwuwuwu…. Semoga lekas lerai. Semoga lekas sampai. Jika nanti air mataku terbit di matamu dan air matamu terbenam di mataku, maaf selesai dan cinta kembali mulai. (Jokpin, 2016) Su

Malam oleh Avianti Armand

6 Mei 2017 Avianti Armand Malam – untuk Ibu Seperti ini aku akan mengingat malam: Ayahku terbang setelah gelap dengan deru besi seperti derap dan ia belum akan pulang sampai aku pergi nanti. Kata ibuku: Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh. __ Adikku takut pada bayangannya, maka kami meninggalkannya di luar. Tapi menjelang tidur, bayangan itu kesepian dan meraih jendela – Tok. Tok. Tok. Di bawah selimut, kami bersembunyi. ”Apa dia akan mengambilku?” tanya adikku. Tok. Tok. Tok. ”Tidak.” ”Apakah ia akan menciumku?” Tok. Tok. Tok. ”Ia akan menciummu.” __ Tidur, ibu. Malam sudah menyimpan yang ingin kita lupakan. Juga rahasia yang melahirkan kita. 21:17 13.12.2016 Gravitasi Hari ini kita akan berjalan dan menjelma gema badai pasir – Seorang lelaki menyentuhkan ujung jarinya ke tanah yang memanggil namanya dan mengingatkan ia tentang asal dan takdirnya. Sesudah itu, ia akan tinggal. Tapi kita akan terus berjalan. 16

Kopi Koplo oleh Joko Pinurbo

Joko Pinurbo Kopi Koplo Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi? Itu racun rindu yang mengandung aku. (Jokpin, 2018) Belajar Berdoa Enggak usah crigis. Mingkem saja dulu, bereskan hatimu yang amburadul. (Jokpin, 2018) Kakus Tega sekali kaujadikan dirimu yang wah kakus kumuh berwajah rumah ibadah. (Jokpin, 2018) Bonus Langit membagikan bonus air mata kepada pelanggan banjir yang setia. (Jokpin, 2018) Buku Hantu Untuk apa kamu menyita buku yang belum/tidak kamu baca? Untuk menghormati hantu tercinta. (Jokpin, 2018) Malam Minggu di Angkringan Telah kugelar hatiku yang jembar di tengah zaman yang kian sangar. Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong, malam yang jingglang, lupakan politik yang bingar dan barbar. Mau minum kopi atau minum aku? Atau bersandarlah di punggungku yang hangat dan liberal sebelum punggungku berubah menjadi punggung negara yang dingin perkasa. (Jokpi