Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda...
25 Agustus 2018 Kiki Sulistyo Tenun Penyamun berapa simpang diperlukan untuk jalan panjang ini, kau kenang moyang yang datang sebagai pelarian, membawa parang, hanya parang. kulit telah dikeraskan, rambut sabut biarkan merah, merah unggun, merah jubah halimun. tanah masih suwung, burung terkurung pagar daun, bersarang di rambut hantu penunggu. berapa benang dicelupkan untuk membuat letupan, pada garis giris ingatan tentang bala dan bencana, tentang ramalan dan pangeran berkuda batu yang menghalau segala jin dan pengganggu, tapi tak ada suara sampai ke liang telinga, seakan liang telah disumbat kain pembebat luka, kain yang kini disapih dengan repih dan perih jemari berapa sirih diludah ke tanah, berapa pinang dilembutkan lidah agar suangi tak diam-diam datang, mengendarai kelok sungai, menabur mimpi emas di batu padas hingga istri-istri yang cemas melepas sumpah ke atap rumah; jagad dewi betari, bisukan seluruh bunyi di sekujur tenun ini. (Bakarti, 2018) Sekardiu nag...