Afrizal Malna meteran 2/3 jakarta jakarta telah pergi dengan sebuah becak pagi itu. jadi nama sebuah hari dalam seminggu. hari itu. tahun 1957 dalam bilangan 2/3. sebuah hari. sesuatu hari. seorang hari. melihat seorang pagi berjalan, datang, dengan sisa mimpi dari kipas angin bekas. melangkah dari atas dan bawah. menyebar sebelum ke kiri. mengetuk pintu sebelum pemadam kebakaran memadamkan kata api. punggung siapa terlihat dari belakang? kota itu, jakarta, membawaku ke mana- mana di tempat yang sama. kadang seperti sungai. kadang seperti banjir. kerumunan angka yang terus berubah dalam batasnya. kail mengenakan sungai sebagai topengnya, antara makanan dan kematian: riak dan mulut ikan mujair menghirup oksigen, lipatan air dan suara setelah kail menyeret mulutnya. sebuah kampung dengan gang- gang sempit, menawarkan belok dan buntu dalam jual-beli impian. seseorang dengan suara dalam bau kretek, berusaha menjemur bayangan ibunya. ”ceritakan pada seseorang yang suda...
21 Oktober 2017 WARIH WISATSANA Mimikri Sehijau apa pun aku sembunyi masih terlacak jejak dari semak hingga pucuk sekalian daun samaran diri Sebab segenap kata sudah terbaca dari semula siasia kiasan bila tak melampaui diri yang percuma maka aku tak mengenakan topeng batang pisang berpura bisu sepenuh waktu meniru hening batu atau ke dalam cermin mengelabui diri, mematut-matut hati menduga bahwa setiap wajah pastilah berlapis wajah lain mungkin aku pangeran buronan atau hanya penjahat kambuhan berpura ringan batin, menjerat siapa saja dengan janji peruntungan sebelum lumat akhirnya terlilit jaring laba-labaku yang kesepian Sebab sayap tak harus kepak atau sekedar ungkapan terbang demikian pun kupu-kupu bukan melulu ulat dalam kepompong bebas lepaskan ingatan dari rundungan kenangan seharian barulah mungkin hujan semalaman sungguh terasa kuyupkan badan kini aku menari melayang serupa serangga tak bersarang sepenuh riang membujuk bunga lelehkan wangi...